Cerita Sederhana Tentang Si Miskin - Seni dan Desain: Kajian dan Pengetahuan

Cerita Sederhana Tentang Si Miskin

Share:
Bismillahirrohmanirrohim. Wanginya telah tercium pada selipan angin kian dekat. Saya Muhaemin, memohon maaf atas tindakan dan ucapan yang disengaja maupun yang tidak disengaja sebelum memasuki bulan suci Ramadhan ini.

Ramadhan selalu dinanti. Yang miskin bergembira. Yang kaya bergembira. Yang punya jabatan bergembira. Yang tidak punya jabatan bergembira. Yang tidak tahu terima kasih bergembira. Yang tahu terima kasih bergembira. Yang sangat ingin banyak tahu bergembira. Yang hidup tak tahu banyak juga bergembira.

Bulan berkah. Si Miskin akan berbelanja. Walau kantongnya tak sepadan. Senyum manis tetap menghiasinya di sore hari. Kelak dahaga terbayar sederhana. 

Peci obral lima ribu rupiah dibelinya kemarin pagi. Di pasar penuh sesak ibu-ibu, yang menawar sebelum kata sepakat.

Si Miskin mencari sarung. Tak mampu terbeli. Meski obral tertulis besar di papan toko. Sarung lama tetap layak. Katanya dalam hati. Yang dipakai hitungan jari dalam setahun.

Malam hari. Air matanya jatuh satu-satu. Di sudut masjid berbau serba baru. Do'anya terkabul. Seperti wasiat Sang Nabi, "Allahumma baariklana fii rojabe, wa sya'ban waballighnaa romadhaan."

Si Miskin berkata dalam hati. Indonesia beruntung dalam setahun ada Ramadhan, meski kantong hampir kosong. Orang-orang bahagia berbelanja.

Selepas sholat sunnah 11 rakaat. Si Miskin menyapa banyak orang. Ditemuinya kelompok-kelompok elit. Berbicaranya banyak hal. Tentang orang yang lebih miskin darinya. Tentang guru yang hebat-hebat di luar sana. Tentang orang-orang kaya di luar sana. Tentang hutang yang banyak orang-orang di luar sana. Namun Si Miskin juga tahu. Itu bukan golongannya. Mereka golongan elit. Yang hanya mendengar sesama elit. Yang bercanda hanya sesama elit. Yang rahasianya juga dipegang sesama elit.

Tatkala kelompok elit saling bicara. Mereka tak temui jalan keluar. Ditanyalah Si Miskin. Si Miskin mampu laksanakan perintahnya. Berjalanlah Si Miskin mencari jalan keluar untuk kelompok elit. Ditemuinya jalan keluar di jalan. Si Miskin kembali ke kelompok elit. Diserahkannya jalan keluar itu. Kelompok elit tak ucapkan terima kasih. Mereka bergembira jalan keluarnya ketemu. Si Miskin pamit pulang ke rumah. Dengan peci lima ribu rupiah di kepala dan sarung lama di pinggangnya. Senyumnya mekar di awal Ramadhan.